15 Juli 2012

Hadiah Valentine


HADIAH VALENTINE

“Aku pulang”
“Ehm, Alya dari mana aja?”
“Hm tadi habis ngantarin naskah Novel kak” Alya menghampiri kakaknya yang berada di ruang makan rumah mereka “Kakak kok berdiri disini, kakak mau kemana?”
“Owh, jadi kamu jadi ikutan lomba itu? nggak kakak cuma mau ngelukis” Jasmin tersenyum. Awalnya Alya hanya terdiam tapi kemudian ia menangis “Kak… mau sampai kapan kak? Kakak belum bisa ngelukis sekarang, tunggu sebentar lagi saja”
“Sampai kapan Al? kakak hanya mau ngelukis itu saja, sampai kapan?”
“Sampai hasil lomba itu keluar, kalau aku menang kita akan ngoperasi mata kakak, sabar ya kak sebulan lagi saja” Alya perlahan menghapus air matanya. “Kak udah ya kak,.Alya capek kak, capek” Alya terus tak bisa menahan tangisnya
“Apa Al capek?” Jasmin terdiam, ia membelakangi Alya dengan perlahan ia menuju kursi yang berada dekat dengannya “Iya kakak lupa, kamu capek, kamu sudah capek ngurusin kakak yang buta ini” Alya terkejut mendengar perkataan kakaknya dan lansung menghampiri Jasmin dan melingkarkan tanganya ke leher Jasmin, menumpangkan kepalanya di bahu jasmin “Kak Alya tahu kakak tahu yang Alya maksud bukan itu, Alya tidak pernah capek kak kalau untuk ngurusin kakak”  satu persatu butiran air mata Alya  membasahi badan Jasmin.
 “Jangan bohong Al, kakak sadar kok, bagaimana mungkin kamu tidak capek ngurusin orang buta seperti kakak”
“Kakak…… hmhehhhhhhuhuhu” Alya semakin tidak bisa menahan tangisnya “Kak… Alya mohon udah… jangan buat Alya mati berdiri disini hanya karena mengingat setiap kesalahan yang telah Alya buat kak”
“Nggak Al, kamu nggak salah, kakak yang salah, yang terlalu banyak berharap sama kamu” air mata Jasmin perlahan-lahan jatuh juga. Tangis Alya semakin menjadi-jadi ia menyentak-nyentakkan kaki nya ke lantai “Kakak jahat, kakak jahat Alya bilang udah Alya mohon jangan terusin lagi”
“Iya Al kakak memang jahat” Jasmin mengambil tangan Alya dan memukul-mukulkannya ke kepala Jasmin sendiri “Pukul saja kakak sepuas mu hingga beban hidup mu berkurang” Alya menolak gerakan tangan kakaknya yang mengomandoi untuk memukul lagi, Alya bersikeras melepaskan tangannya tapi malah mengenai kepala Jasmin lebih keras lagi. “Aughhh” terdengar rintihan Jasmin menahan sakit, cepat-cepat Alya berputar kehadapan kakaknya memegang kepala kakaknya “kak maafin Alya” Jasmin hanya diam “kak jawab Alya, maafin Al..” tiba-tiba Jasmin mendorong Alya. Bruukkk Alya membentur meja.
Jasmin beranjak dari tempat duduknya ia mulai melangkah menjauihi Alya “Kak Alya tahu ini semua memang salah Alya” Jasmin menghentikan langkahnya “sudahlah jangan bahas ini lagi sekarang lebih baik kakak pergi dari sini agar kamu tidak merasa terbebani lagi” Jasmin melanjutkan langkah kakinya lebih jauh meninggalkan Alya. Alya bergegas mengejar kakaknya meraih tangan Jasmin, tapi dengan cepat Jasmin menyentakkan tangannya membuat Alya terjatuh dan terduduk di lantai, Jasmin membentak Alya “kamu bisa nggak sih jangan urusin kakak lagi, kakak juga sudah…” Alya lansung saja memotong perkataan kakaknya “Kak Al...” Suara Alya tertahan “hhhhhhhhhhheh hhhehh” sejenak hanya desahan berat itu saja yang tersisa “Apa. Al? apa? kamu mau ngomong apa, kamu mau nahan kakak, percuma Al” Jasmin tidak mendengar jawaban apapun dari Alya “Alya… Al” Jasmin baru sadar kalau sesuatu terjadi pada Alya “Al jangan bercanda Al,Alya…” Jasmin berbalik, mencoba mencari posisi Alya, Ia tersandung kaki Alya ia menelusuri tubuh itu mencari badan Alya dan ia mendengar desahan berat nafas itu “Al.. mana obat Asmamu?” dengan panik Jasmin bertanya dan meraba-raba disekelilingnya, ia menemukan tas Alya dan mencari Obat hirup milik Alya dan ia menemukannya, cepat-cepat ia meraba tangan Alya dan memberikan obat hirup itu. Perlahan Alya bernafas menggunakan bantuan alat itu 20 detik kemudian semuanya diam “Kak..” Alya perlahan duduk, kemudian ia memegangi kedua bahu kakaknya “Alya… kamu nggak apa-apa kan Al” sekarang tangis Jasmin yang meledak  “maafin kakak Al, maafin kakak, kakak takut Al, kakak takut” Jasmin kalut.“Takut apa kak? Bukannya kakak akan lebih senang jika Alya mati, dengan begitu kita baru impas kan kak” Rengek Alya “Al.. kamu bicara apa kam….” Belum sempat Jasmin melanjutkan kata-katanya, Jasmin tersentak merasakan pelukan Alya, Jasmin pun membalas pelukan Alya. “Kak, Alya sayang kakak, Alya nggak mau kakak pergi, Alya nggak mau sendiri kak, Alya tidak…”
“Iya kakak tahu Al, maafin kakak ya, kakak janji kakak nggak akan seperti ini lagi, tapi kamu juga jangan tinggalin kakak sendiri” Jasmin melepaskan pelukkannya “Sudah berapa lama kamu nggak checkup”.
 “Sejak tiga bulan yang lalu, tapi udahlah kak yang terpenting, kita obati mata kakak dulu”
 “tapi Al, kakak nggak mau hanya karena ka…”
Sekarang giliran Alya yang memegang tangan kakaknya “Kak, percuma kan kak, percuma karena ni penyakit nggak kan pernah sembuh, dan kalaupun takdir berkata lain tetap aja percuma kak, percuma kalau kakak nggak pernah bisa lihat senyum Alya”
********
“Al.. kamu gila apa, jangan lakukan” Radika melirik Alya, yang duduk disebelahnya, yang sedari tadi menatap laut tanpa arti. “Kamu nggak tahu Dik Dia jadi seperti ini karena aku… semuanya karena aku.. Aghhhhhhhhhhhhhhhhh” Alya berteriak sepuas hatinya, kemudian menatap Radika “kamu gak tahu apa-apa” Rambutnya yang panjang tergerai-gerai oleh angin.
 “Beri tahu aku Al.. Anggap aku… beri aku penjelasan kenapa kamu bersikeras melakukan hal itu” Radika menatap laut lepas, Alya menolehkan wajahnya pada Radika “Aku takut Mengingat semua kesalahan itu Dik“Semuanya diam, kemudain Alya berdiri berjalan menuju laut membiarkan kakinya dibasahi Air Laut. “ 2 tahun lalu Aku memiliki 2 kakak perempuan dan 1 kakak laki-laki” Alya melanjutkan pembicaraannya tanpa memperdulikan angin yang sedari tadi mempermainkan rok dan rambutnya. “diantara mereka Jasminlah yang paling menyayangiku”
Radika melirik Alya tanpa kata-kata ,Alya menatap Radika sebentar “Ketika aku tiba-tiba demam di tengah malam, orang yang pertama bangun dan  bersedih adalah Jasmin, bukan Mama atau siapa-siapa Dia adalah Jasmin, Orang yang pertama mengompres ku adalah Jasmin. Yang menjaga ku hingga tidak tidur adalah Jasmin. Bagiku Jasmin adalah segalanya, dan bagi Jasmin Aku adalah harapannya”
“Tapi bukan karena…..” Belum selesai Radika melayangkan pertanyaannya, Alya kembali bercerita
“Kau tahu Dik… Jasminlah yang memberiku alasan pertama untuk hidup, yang memeberi ku semngat untuk selalu tersenyum dan membuktikan diri”
“Maksudmu?”Sela Radika
“Suatu hari Ketika Mama sedang merapikan rambutku Mama bilang padaku ‘Al maafkan mama ya, kalau sekarang Alya sering sakit-sakitan mungkin itu karena Mama, Maaf karena Mama dan Papa tak pernah mengharapkan kehadiran Alya’ Waktu itu aku kaget tapi aku hanya diam dan mendengarkan mama berkata ‘Dulu waktu kamu masih dalam kandungan Mama mencoba keras untuk Menggugurkan mu’ Kau tahu Dik perasaan ku saat itu, Dada ku sesak, nafas ku berat aku hanya menangis dalam hati awalnya, dan menjawab pertanyaan Mama dengan senyuman ‘tentu saja Alya maafkan mama’ tapi itu palsu Dik, sama sekali aku tak bisa ngontrol diri” Perlahan-lahan Air mata lagi-lagi membasahi pipi Alya “. Aku keluar dari rumah menuju Laut sama seperti saat ini, disini aku  berteriak meratapi diri, disini aku merasa jelas kenapa senyum mama padaku tak pernah seindah senyum mama pada kakak-kakakku, kenapa setiap kali ada masalah harus aku yang disalahkan, aku menangis sejadi-jadinya bahkan aku merasa tak ada lagi gunanya aku hidup, aku berteriak sekeras mungkin, memukul-mukul kepalaku.” Alya berhenti sejenak melirik Radika “Kemudian Jasmin datang Dengan senyuman ia berkata ‘Al… Sudahlah kamu tidak patut tersakiti lagi’ ia memelukku  aku melepaskan pelukan Jasmin, menatap Jasmin ‘Mungkin kakak enak bilang begitu karena kakak nggak ngerasain apa yang aku rasain, pernah kah kakak memperhatikan senyum Mama selama ini awalnya aku fikir hanya perasaan ku saja, tapi hari ini kau tahu itu lah yang terjadi, jadi untuk apa lagi aku ada didunia ini, jika Mama ku saja tidak pernah mengharapkan ku lebih baik aku mati kan kak biar nggak jadi beban Mama lagi’ kau tahu Dika, Waktu itu Jasmin membentakku ‘Ia mati saja sana, biar setelah itu kakak menyusulmu’ Jasmin Menangis dan memelukku ‘Al di dunia ini, ada kenyataan yang harus kita terima dengan lapang dada meskipun sakit itu telah menutupi semua ruang yang ada, dan Kamu harus tahu Al, apapun yang terjadi kakak akan selalu ada untukmu, mungkin kamu nggak mau hidup untuk Mama, tapi kamu bisa kan hidup buat kakak?’ aku terdiam karena kata-kata Jasmin, Jasmin melepaskan pelukannya dariku dan menatap mataku dengan senyumannya, perlahan ia meletakkan tangannya di kedua bahuku seraya berkata ‘Al jadilah adik yang bisa kakak banggakan, yang bisa menjawab semua harapan kakak, jika kamu pergi siapa lagi yang bisa membuat kakak tersenyum? Adit? Rani? Nggak Al nggak kan pernah ada yang bisa kecuaali kamu, kamu mau kakak hidup seperti mayat hidup?. buatlah Mama menyesal karena tidak mengharapkanmu, buktikan pada Mama bahwa pilihan mu untuk hidup adalah hal yang paling benar, jadilah anak Mama yang nantinya paling disayangi Mama, Buktikan Al demi Kakak, bukan demi Mama tapi demi kakak’ Jasmin mengangkat tangannya menghapus air mata di pipiku, dan mengajakkku pulang”
Radika terdiam tapi jelas bulir-bulir bening memenuhi matanya, sambil sesekali menengadahkan kepalanya untuk menahan bulir-bulir itu “Al, maafkan aku karena tidak pernah mau mengerti dengan perasaanmu terhadap Jasmin”
Alya hanya tersenyum sekali pada Radika, kemudian membuang jauh mukanya menatap Laut, memperhtikan buih-buih putih yang lenyap di kakinya.
“Seperti kata Jasmin, aku berusaha membuktikan diri sehingga tak ada lagi perbedaan senyum di wajah Mama, aku membuat semua ornag mengakui keberadaanku, Tapi sayang 2 tahun yang lalu, Aku mengusulakn pergi rekreasai ke suatu tempat, tapi di perjalanan pulang mobil kami kecelakaan dan semunya hilang, satu-satunya keluargaku yang tersisa hanyalah Jasminku.” Alya terdiam “Itu semua terjadi karenaku itu salahku, sejak saat itu Jasmin menjagaku sendirian,  untuk menambah penghasilan selain menjadi suster di sebuah RS ia mulai melukis dengan itu ia membiayai hidup kami dan Kuliahku.
*********
“Nah akhirnya kita nyampai juga di rumah kita tercinta” Alya yang berdiri disamping kakaknya memegangi kedua bahu kakaknya.
 “Nah ini ruang tamu kita” Alya memperkenalkan pada kakaknya. “iih kamu nih, kayak kakak baru masuk rumah ini saja, ini kan rumah kakak juga” seberkah senyumpun menghiasi wajah Jasmin.
“iya, kakak memang udah sering masuk rumah ini tapi untuk ngelihat kondisi rumah ini terakir kali kan 6 bulan yang lalu, hahhaahah”
“hmmm, meskipun begitu kakak tau siapa kamu man mungkin kamu rela-rela in ngubah letak perabotan dirumah ini, buktinya ni ruang tamu susunannya masih sama saja dengan 6 bulan yang lalu, kamu kan pemalas” Jasmin melirik Alya seraya tersenyum.
“mending kakak cepat-cepat deh tarik tu kalimat, karena pertunjukkan baru akan dimulai” mereka tetap saja melangkah menyusuri rumah itu.
“lho Al, ni ruang keluarga perabotannya kamu kemanain kok cuman ada lemari hias ni doing?”
“hahhaha kursi sama meja terus TV aku pindahin ke bekas kamar kerjanya Adit, dan pernak-pernik kecil lainnya aku gusur deh ke bekas kamarnya Rini, hahahhaa, biar ni ruangan jadi plong, biar jadi ruang kerja kita aja” Alya tersenyum senyum sendiri
 “Udah ah kak, kita kekamar yuk, Alya udah capek mau istirahat dulu,hehehe”
“pergi aja sendiri, kakak mau lihat-lihat dulu”
“ya jangan gitu dong kak, kakak harus ngantarin Alya”
“Yah manja lagi deh ni anak” Jasmin mengosok-gosok kepala Alya, dan Alya hanya tersenyum.
********
“kak bagaimana keadaan Alya kak?” Radika pacarnya Alya. yang baru sampai di RS dengan panik lansung menuntut jawaban dari Jasmin.
“kata dokter keadaannya baik-baik saja” Jasmin menatap Alya “tidak ada tanda-tanda geger otak meski kepalanya terbentur dan mengeluarkan banyak darah, tapi kakak heran kok ia bisa terjatuh dari tangga ya, padahal tu tangga baik-baik saja, hmm padahal baru tiga hari kami bisa tersenyum sama-sama”
“Kak boleh bicara diluar sebentar” Radika menarik tangan Jasmin. Setibanya diluar “Bagaimana dengan keadaan mata kakak?”
“Baik, alhamdulilah dokter bilang kornea matanya sangat cocok dengan mata kakak, kan kamu sendiri juga ada pada waktu kakak operasi, ngapain kamu tanya hal itu?”
“kakak tahu darimana Asal mata itu?”
“ya tahu lah, Alya kan udah bilang sama kakak mata ini ia beli pada kelurga yang anak nya meninggal karena mengidap penyakit kanker otak, lagian kamu ngapain nanya-nanya hal yang  beginian sih, emang kamu kenal sama keluarga pemilik mata ini? Aneh-aneh aja”
 “Beli?.. heh apanya yang beli kak” nada Radika sedikit meninggi “Alya mau beli pakai apa?” Radika membuang pandangannya dari wajah Jasmin.
“Bukankah ia sanggub beli ni mata karena Novelnya menang perlombaan terus ditambah dengan tabungan hasil cerpen-cerpennya, dan dari tabungan kakak dari hasil menjual lukisan.” Jasmin terlihat ragu
“Bohong kak,  memang novelnya memang menang, tapi hanya juara tiga dan rewardnya hanya cukup buat biaya operasi doang” Radika menatap Jasmin
“Jadi ni mata?” mata Jasmin mulai berkaca-kaca.
“Ya… tu mata milik Alya”Radika menangis
“Nggak.. nggak mungkin”
“Apanya yang nggak mungkin kak, Alya terlalu menyayangi kakak, sampai sampai ia meminta dokter untuk menunda pembukaan perbannya kakak sampai ia pulih dan berada disisi kakak pada saat pelepasan perban! Nggak ada yang nggak mungkin kak”
“Alya….” Jasmin berlari masuk keruangan perawatan Alya “Jadi karena kamu nggak bisa lihat makanya jatuh dari tangga, makanya kamu berpura manja agar diantarin masuk kamar, makanya kamu pura-pura sakit supaya nggak keluar-keluar dari kamar dan kakak yang ngatur semuanya” Jasmin menangis-nangis disamping Alya yang masih belum sadarkan diri. “Al kakak nggak butuh ni mata” Jasmin mulai memukul-mukul matanya.
“Kak hentikan kak itu mata Alya!” Hardik Radika. Jasmin terduduk di kursi, dan Radika menghampirinya “Kak, Alya sering bilang, kakaknya adalah kakak paling baik sedunia, dia bilang dia ingin supaya kakak bisa ngelukis lagi, agar kakak kembali seperti dulu”
“Tapi Dik, bukan seperti ini” Jasmin menatap Radika “Iya, Dika juga tahu siapa juga yang suka dengan caranya Alya, tapi ia bilang ia nggak bisa buat kakak nunggu lebih lama lagi, karena ini semua salahnya. Alya juga bilang katanya hanya satu kekurang Jasmin yaitu Jasmin nggak pernah ngasi kado ulang tahun ataupun hadiah Valentine.”
“Itu karena…”
“tapi ia nggak peduli, katanya tiap tahun dia akan selalu ngasi kado ulang tahun maupun Valentine buat kakaknya, dan katanya setiap kadonya harus sesuatu yang paling dibutuhkan oleh kakak makanya operasi kakak dilakukan pada hari Valentine dan yang paling kakak butuhkan adalah MATA”
*******
Di hari keluarnya Alya dari RS baru saja mereka memasuki ruang tamu rumah mereka Jasmin mengajak Alya duduk disampingnya.
“Al… kenapa kamu lakuin ini Al? kenapa kamu beri mata kamu buat kakak? Kakak nggak mau yang kayak gini Al, Iya kakak memang kepengen lihat lagi tapi bukan seperti ini caranya, percuma kan Al, kakak bisa lihat senyummu tapi kamu nggak bisa lihat senyum kakak, kakak mau kamu ambil mata kamu lagi….”
“Apa kak? Nggak aku nggak mau, kakak tahu alasannya kenapa, aku capek kak, benar kata kakak aku capek ngurusin kakak, aku capek ngurusin kakak tiap hari!” Alya bangkit dari tempat duduknya. Jasmin pun berdiri dan lansung memeluk Alya membelai-belai rambut Alya “Alya..Alya ternyata emang benar ya apa kata orang, jangan percaya ama yang namanya pengarang, karena emang benar mereka pintar ngarang, pintar ngebohong” Jasmin melepaskan pelukannya “apa sekarang kamu tahu kalau kakak lagi senyum?, berarti sekarang hidup kamu percuma kan?”
“Kak.. Alya..”
“hmmm udah yuk kita kedalam mending kamu istirahat dulu, kakak mau nyelesain lukisan kakak yang mau kakak ikutin lomba itu”
*******
Pagi itu Jasmin dan Alya berjalan jalan ditaman kota, karena sudah lelah berkeliling Jasmin dan Alya duduk di kursi taman.“Alya,,, kakak cuman mau bilang, semua yang terjadi dengan kakak bukan salah kamu, iya benar kamu yang minta kakak buat jemput honor kamu di redaksi, tapi itu juga salah kakak karena kakak keasikan lihat burung-burung Bangau yang terbang dilangit sehingga kakak ditabrak mobil. Jadi itu bukan salah kamu”
“Tapi kak, coba kalau aku nggak minta kakak buat ngambil, padahal waktu itu aku juga nggak ada kegiatan, pokoknya ini salah aku.”
Jasmin menggenggam tangan Alya “bukan. ini salah kita berdua, dan kamu juga udah ngerasain kan sebulan jadi orang buta, jadi sekarang kita impas, nggak ada lagi  cerita main salah-salahan”
“Iya kakak benar sekarang kita impas, kenapa dulu Alya nggak kepikiran kayak gini ya?”
“Kepikiran apa?” Jasmin menatap Alya “Iya kenapa Alya nggak kepikiran buat ngebagi mata kita satu-satu seperti sekarang ini” Alya tersenyum “Hahahahaha itu karena Alya terlalu sayang sama kakak” Jasmin membelai rambut Alya “iih kakak kePDan” kata Alya seraya menghentikan tangan kakaknya “Siapa juga yang sayang sama kakak, aku aja yang terlalu bodoh nggak mikir sampai kesitu” Alya membuang pandangannya.
“hahahahah pengarang…pengarang.. ngarang lagi ngarang lagi” Jasmin tersenyum Alya tersenyum. “pokoknya sekarang, kamu jadi mata kiri kakak, dan kakak jadi mata kanan kamu satu lagi ini hadiah Valentine pertama kakak buat kamu, kalung ini berliontinkan sayap burung Bangau dan satu lagi berliontinkan Bangau tanpa sayap” Jasmin diam “Kamu makai sayapnya dan kakak yang makai liontin Bangaunya”
“Tanpa sayap bangau ini takkan bisa terbang dan tanpa tubuh bagaimana mungkin sayap ini akan terbang”
“Kita adalah satu”
***********

12 Juli 2012

11 Juli 2012

Ia ingin begitu!

Lelah ku dengan hari-hari.
Ingin ku memulai menyapa, tapi batin menidak.
Kata pikiran prakasai hati.
Sesak sungguh saat coba memalingkan.
Ingin ku tersenyum dan berkata "Hai"
Ingin ku rangkul pundaknya dan berucap "Bareng Dong"
Hmmmfffffffffhhhhhhhh
Yang tersisa hanya desahan nafas panjang.
Aku ingin tapi harus memendam.
Hanya karena ia ingin aku begitu!

9 Juli 2012

Tentang Mimpi


Rasa ingin yang terlalu sangat telah menjadi.
Lembaran demi lembaran kata perkata tentang mimpi.
Butiran halus karena sangat mengaliri.
Letih karena pengaharapan yang amat.

Apa mungkin ini akan menjadi?
Memeluk mimpi.

Muncul sejak awal embun pagi hingga lembayung.
Menyusup nyusup ketika mata tak memiliki warna.
Dan tetap ada hingga embun berikutnya.
Mimpi itu masih tetap menari.

Apa mungkin ini akan menjadi?
Memeluk mimpi.

Aghhh
Tangan tengadah memohon akan mimpi.
8 raga menyentuh tanah berharap untuk jadi.
Mimpi-mimpi masih terus menari.
Karena sangat sesekali membasahi.